Penyintas Covid 19

Penyintas Covid 19-Part1

Kisah Keluarga Kami Saat Dinyatakan Positif Covid19

Awal Mula Dinyatakan Positif

Cerita bermula pada tanggal 28 Mei 2021. Saat itu anak sulung dan suamiku berencana menjalani swab test antigen di Kimia Farma. Anak Sulungku membutuhkan suratnya sebagai persyaratan kembali ke Boarding School, sedangkan Suamiku membutuhkan suratnya sebagai syarat mengikuti sebuah kegiatan pelatihan. Tidak ada firasat ataupun gejala-gejala yang mengindikasikan kehadiran virus tersebut. Sisulung dan pak suami sudah terlalu sering melakukan tes swab antigen ini, dan alhamdulillah hasilnya selalu negatif. Terhitung dua tahun sejak kehadiran sang virus di negeri ini, entah sudah berapa kali mereka melakukan tes, plus pak suami juga baru selesai menjalani vaksinasi tahap ke dua. Jadi, kami santai saja dan tidak was-was menunggu hasil tes. Dannn, siang itu, berangkatlah mereka berdua ke tempat swab test.

Sepulang dari tes, wajah keduanya tampak tegang dan serius banget. Aku yang menyambut di rumah ikut merasakan ketegangan tersebut. Setelah mengambil napas dalam-dalam, suamiku menceritakan hasil tes dan obrolan dengan pihak klinik tempat tes. Aku mendengarkan dengan serius sambil menahan debaran kencang di dada. Lebay banget, ya, hehe. Tapi, asli loh deg degan-nya itu udah kayak nerima surat keputusan apaaa gitu. Dalam hati langsung berkata, "Ya Allah, dua tahun kami berusaha menghindari paparan virus ini dengan taat prokes dan tinggal di rumah, menunda semua rencana liburan, bahkan tidak mengunjungi orang tua. Ternyata sekarang tiba giliran keluarga kami terpapar virus covid." Hatiku mencelos saat itu.

Suamiku mengatakan bahwa pihak klinik menganjurkan agar melakukan tes PCR untuk lebih memastikan. Pak suami pun menanyakan biayanya, lalu kemudian memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Buat kami, biayanya lumayan fantastis, yaitu 900 ribu rupiah perorang. Kalau berdua berarti harus merogoh kocek sebesar 1,8 juta. Glek! Biaya Pribadi, ya. Soalnya katanya sudah tidak ada program bantuan pemerintah untuk tes PCR ini. Berbeda dengan kondisi awal wabah ini menyebar, tetanggaku yang bekerja sebagai perawat di rumah sakit, saat dinyatakan positif covid19 langsung diberikan tes PCR secara gratis, plus semua anggota keluarganya dites antigen. FYI, kami baru dapat informasi bahwa saat ini ada tes PCR gratis di puskesmas, setelah dua minggu selesai isoman. Ya, kami sekeluarga akhirnya memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Dengan berbagai pertimbangan tentunya. Nanti ku ceritakan di paragraf setelah ini, hehehe.

Baru Sadar Gejala Covid

Sebenarnya pada hari itu kondisiku yang sedang tidak sehat. Beberapa hari sebelumnya sempat demam, dan sakit badan. Demamnya hanya terasa selama 2 hari, itupun masih aktivitas seperti biasa, tidak sampai harus istirahat di tempat tidur. Hanya saja, yang cukup menyiksa adalah rasa sakit di bagian tulang panggul sampai ke betis. Beberapa hari rasa sakit itu masih bisa ditahan, hanya sesekali meringis dan mengeluh kepada suami. Akan tetapi sekitar hari ke tiga atau ke empat (aku lupa), yaitu tepat sehari sebelum suami dan si sulung dinyatakan positif, rasa sakit itu tak tertahankan. Aku sampai guling-guling di kasur dan menangis sambil menggosok-gosok panggul sampai betisku. Suami dan anak-anak tampak panik melihatku. Mereka menyiapkan kompres air hangat dengan menggunakan warm sack yang kami miliki. 

Setelah dikompres selama kurang lebih setengah jam, rasa sakit itu mereda. Aku sudah tidak meringis lagi. Meskipun masih terasa linu-linu dari tulang panggul sampai seluruh tulang kakiku. Aku dan suamiku mengira bahwa aku mungkin terkena gejala rematik. Karena rasa sakit di tulang itu kambuh setiap kedinginan. Setelah selesai mencuci, selesai mandi, dan terakhir saat sakit itu memuncak adalah sesaat setelah aku di luar rumah cukup lama dalam suasana sore hari yang sedang hujan cukup deras. Sore itu aku merapikan kebun kecilku, melakukan repotting, dan menyiangi gulma yang ada di setiap pot dan wall planter. Itulah sebabnya kami menyimpulkan bahwa "mungkin" aku terkena gejala rematik, hehe. Dan pak suami akhirnya membelikan vitamin D3 dari Holis*****e.

Nah, setelah dinyatakan positif covid19, pak suami langsung browsing tentang segala sesuatu informasi yang kami butuhkan sekitar covid ini. Dia mendapatkan sebuah artikel dan langsung memberitahuku. di artikel itu dituliskan bahwa gejala-gejala yang umumnya dialami oleh pasien positif covid19 ini diantaranya adalah demam, diare, sakit persendian dan tulang, sesak napas, dan lain-lain. Kamipun kaget dibuatnya. Karena dalam dua minggu terakhir itu kami sekeluarga secara bergiliran mengalami demam dan diare. Putri bungsuku yang mengalami diare paling lama, yaitu satu minggu. Kami sempat membawanya ke klinik, tapi tak jadi mendaftar karena antrian yang luar biasa banyaknya. Alhamdulillah putri kecilku sembuh dari diare meski tidak jadi ke dokter.

Aku dan suamiku menyimpulkan, mungkin kami sekeluarga sudah terkena virus ini. Kalau semuanya diperiksa, mungkin akan dinyatakan positif semua. Karena suamiku yang tanpa gejala saja hasil tesnya positif, apalagi yang memiliki gejala. Iya, satu-satunya yang tidak demam adalah suamiku, sedangkan aku dan anak-anakku semuanya bergiliran demam, meski hanya satu atau dua hari.

Itulah sebabnya, kemudian kami memutuskan untuk isolasi mandiri semuanya, satu keluarga. Kami tidak keluar rumah dan memenuhi semua kebutuhan keluarga lewat online. Alhamdulillah di zaman sekarang tidak perlu khawatir akan pemenuhan kebutuhan makan dan minum selama isoman, karena semuanya bisa dipenuhi dengan belanja online. Syaratnya, punya banyak uang di rekening, punya akses internet memadai dan memiliki berbagai aplikasi pendukung. Untuk belanja bahan sayuran dan daging segar, aku memesannya lewat layanan Yo**a Online. Tinggal pesan lewat Wh***app dan diantar dengan Go***d, sedangkan pembayarannya dengan transfer antar bank. Kami tinggal menyiapkan kotak kardus besar yang bertuliskan: 'Simpan Paket di Sini'. Selesai! 

Aku sempat merenung, bagaimana dengan keluarga yang tidak punya tabungan di rekening? Yang tidak punya akses internet? Yang tidak punya aplikasi belanja online? Akankah ada yang memperhatikan kebutuhan sehari-hari mereka? Atau mungkin mereka terpaksa berkeliaran ke luar rumah, demi memenuhi kebutuhan hidupnya?! Ya Allah, hatiku sedih memikirkannya. Keluarga kami harus banyak bersyukur atas segala nikmat dan kemudahan yang kami miliki. 

Isoman Satu Keluarga

Kami sekeluarga menggenapkan isoman selama 14 hari, biar benar-benar yakin kalau sudah sembuh. Lalu di hari ke 15 (11 Juni 2021), anak sulungku melakukan swab test antigen dan alhamdulillah hasilnya negatif. Berbekal surat keterangan itu, anakku kembali ke boarding school tempat ia menimba ilmu. Sedangkan suamiku melakukan tes antigen beberapa hari kemudian, untuk keperluan persyaratan kegiatan yang ia ikuti. Alhamdulillah hasilnya negatif juga. Lalu bagaimana dengan aku dan dua anakku yang lain? Dari awal kami tidak melakukan tes apa-apa. Hanya mendapatkan surat keterangan selesai melakukan isoman. Ini juga merupakan hasil konsultasi ke dokter di PKM terdekat, lewat chat WA. Dokter tersebut mengatakan bahwa kami sekeluarga tidak perlu di tes lagi, cukup mengambil surat keterangan selesai isoman. Alhamdulillah.

Ada banyak cerita selama 14 hari melakukan isoman di rumah bersama satu keluarga utuh kami. Ada yang sedih, menyebalkan, bikin elus dada dan banyak sabar, juga ada banyak cerita bahagia. Apa saja kisah dan cerita tersebut? Ngapain aja selama 14 hari? Bosankah? Repotkah? Lalu minum obat dan vitamin apa saja? Nanti saya sambung di bagin ke dua, ya. Tunggu kisah Penyintas covid19 -Part 2, oke. Insya Allah. 

Terima kasih sudah membaca sampai selesai. :)

#covid19

#penyintas

#positif

#negatif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan ke 4 Tahap Ulat

Belajar Menjadi Blogger