Surat Untuk Saudariku
Yuk, mulai rajin nengok kiri kanan.
Adakah orang disekitarmu yang butuh bantuan?
Atau barangkali sekedar butuh bahu untuk bersandar!
Eh, apa mungkin itu dirimu?
Sini, duduk sebentar, apa yang bisa aku bantu?
Apa yang bisa kami bantu?
Oh ya, untukmu yang tidak bisa atau tidak ingin membantu,
Tolong tahan lisanmu dan jarimu,
Karena kau tidak pernah tahu,
Apa yang sudah berlaku.
#womensupportingwomen
#womenempowerment
#womenincoolaborations
When women support women, miracle will happen.
***
Please, Jangan Terjadi Lagi!
Tulisan di atas adalah tulisan saya tadi pagi. Saya menulis status di Facebook dan Instagram. Tetiba saja. Mengalir begitu saja.
Tentu saja ada pemicunya. Anda tahu pasti juga. Sebuah berita yang viral selama dua atau tiga hari ini. Tentang seorang ibu yang tega menggorok leher ketiga anak kandungnya sendiri. Miris.
Saat melihat video wawancara singkat sang ibu, saya terkesiap mendengar bahwa dia melakukan hal tersebut agar anak-anaknya tidak perlu merasa sakit, tidak perlu merasa sedih, tidak perlu menderita seperti dirinya. Dia mengaku bahwa dirinya sering menderita sejak kecil. Sangat tampak dari wajahnya bahwa dia sedang menanggung beban yang sangat berat. Namun, sang ibu mengaku bahwa dirinya tidak gila. Dia meyakini bahwa apa yang dia lakukan tersebut adalah demi menyelamatkan anak-anaknya.
Peristiwa yang terjadi di Brebes ini bukan pertama kalinya. Peristiwa serupa pernah terjadi juga beberapa tahun yang lalu di Bandung. Seorang ibu membunuh tiga orang anaknya. Na'udzubillahi mindzalik. Astaghfirullahal 'adzim. Ampuni kami yaa Rabb.
Perilaku para ibu yang membunuh atau mencoba membunuh itu tentu saja tidak dapat dibenarkan, apapun alasannya. Namun kita juga tidak boleh menutup mata terhadap apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka. Apa pemicunya, beban apa yang mereka pikul, dan bagaimana kondisi kejiwaan mereka sebenarnya.
Sayapun mencoba merefleksikan diri. Mengingat kembali apa yang pernah saya lalui. Saya juga pernah berada dalam fase merasa tidak mampu menanggung beban hidup. Pernah berada pada fase lemah dan lelah jiwa raga. Bukan karena perkara ekonomi, dan bukan karena perilaku suami. Namun beban pikiran tentang kondisi orang tua dan keluarga yang menjadi penyebab utamanya. Sebuah masalah yang saya sendiri tidak tahu harus memberi solusi seperti apa. Sehingga berefek pada ketidakstabilan emosi yang saya rasakan. Maka ketika ada kelelahan sedikit dalam rumah tangga, dapat membuat saya merasa nelangsa. Belum lagi saat ditambah dengan nyinyiran dari orang sekitar tentang anak saya yang pendiamlah, yang susah makanlah, yang ga gaullah, dan sebagainya. Sepele sebenarnya, tapi dalam kondisi emosi yang sedang tidak stabil, nyinyiran tersebut terasa sangat menyakitkan. Apalagi jika nyinyiran tersebut berasal dari keluarga suami.
Oleh karena itu, saya ingin menghimbau kepada teman-teman semua, agar selalu berupaya untuk menahan diri dari berkomentar negatif terhadap urusan orang lain. Mungkin kita mengira bahwa komentar kita tersebut biasa saja, atau mungkin hanya sekedar guyonan, sekedar mencari bahan obrolan. Tapi please, hentikan. Jangan lakukan. Karena kita tidak pernah tahu apa yang sedang seseorang alami.
Komentar
Posting Komentar
Yuk, tinggalkan komentar kamu di sini, supaya saya tahu bahwa kamu sudah berkunjung. Terima kasih :)